Penggunaan AI dalam kehidupan sehari-hari terutama teknologi Generative AI mulai booming, terutama sejak ChatGPT diluncurkan pada akhir tahun 2022. AI ini konon menjanjikan masa depan yang cerah di mana teknologi ini bisa menggantikan pekerjaan membosankan dan meningkatkan produktivitas.
Tapi, kenyataan nggak selalu seindah yang awalnya dikatakan. Sekarang, sudah dua tahun berlalu dan ternyata dampak yang dijanjikan belum sepenuhnya terasa.
Tapi, yang menarik, ada fenomena unik yang mulai muncul. AI ternyata nggak cuma jadi alat bantu kerja, tapi mulai masuk lebih dalam ke kehidupan kita. Orang-orang mulai menjalin hubungan dengan AI, dari ngobrol sehari-hari sampai menggunakannya sebagai teman, pacar, mentor, bahkan terapis.
Ya, kamu nggak salah dengar, AI bukan malah gak terlalu dipakai untuk kerja, tapi juga mulai dianggap sebagai teman hidup.
Nah, hal ini membuat para peneliti mulai memperingatkan soal potensi “inteligensi adiktif”. AI yang kita gunakan ini ternyata bisa bikin kecanduan lho. Mirip seperti aplikasi media sosial yang bikin kita nggak bisa berhenti scroll, AI juga punya potensi untuk ‘mengikat’ kita dalam pola perilaku tertentu.
Ada AI yang dirancang dengan pola-pola tertentu yang sengaja dibuat agar kita terus-menerus menggunakannya, sama saja sebenarnya membuat kita menjadi ketagihan.
Daftar Isi
ToggleHubungan Emosional dengan AI: Realita atau Fantasi?
Mungkin dulu kita berpikir bahwa hubungan dengan AI hanya ada di film fiksi ilmiah. Tapi sekarang, hal ini mulai jadi kenyataan. Ada banyak bukti bahwa manusia bisa menjalin hubungan emosional dengan chatbot.
Misalnya, selama tes keamanan OpenAI, para pengguna menunjukkan tanda-tanda ketergantungan emosional pada model AI. Mereka bahkan menggunakan kata-kata perpisahan yang emosional seperti, “Ini hari terakhir kita bersama.” Bayangkan, ngobrol sama AI kayak ngobrol sama teman beneran!
Hal ini jadi perhatian karena OpenAI sendiri mengakui bahwa ketergantungan emosional pada chatbot bisa jadi risiko besar. AI memang pintar dalam meniru percakapan manusia, tapi ketika kita mulai mengandalkannya secara emosional, bisa berbahaya.
AI Bukan Hanya untuk Produktivitas
Saat ChatGPT pertama kali diluncurkan, orang-orang menganggap bahwa AI akan mempercepat produktivitas. Tapi, kenyataannya, banyak yang justru menggunakan AI untuk hal-hal yang lebih personal dan kreatif.
Berdasarkan analisis dari satu juta log interaksi ChatGPT, selain digunakan untuk menulis kreatif, brainstorming, dan mencari informasi, salah satu penggunaan yang paling populer adalah… bermain peran seksual (sangat mengejutkan). Wah, pasti hal ini gak pernah terbayangkan oleh kamu atau bahkan investor sekalipun.
Namun, ini juga menunjukkan bahwa AI nggak selalu tentang meningkatkan produktivitas dalam arti yang tradisional. Justru, orang-orang lebih suka menggunakannya untuk aktivitas yang lebih kreatif dan menyenangkan.

Misalnya, para komedian menemukan bahwa AI bisa membantu mereka menulis draft pertama lawakan mereka. Tentu, AI belum bisa menggantikan humor manusia sepenuhnya, tapi setidaknya bisa membantu memberikan ide awal.
Kekecewaan dan Harapan yang Tidak Terpenuhi
Di sisi lain, hype AI yang besar membuat ekspektasi kita terlalu tinggi. Kita berharap teknologi ini bisa memberikan perubahan besar dalam waktu singkat.
Tapi, kenyataannya, kita masih jauh dari aplikasi AI yang benar-benar revolusioner. Bahkan, beberapa kegagalan AI yang paling memalukan terjadi saat orang-orang mulai terlalu mempercayai chatbot sebagai sumber informasi yang akurat.
Misalnya, Google pernah mencoba fitur AI yang merangkum hasil pencarian online, dan salah satu sarannya adalah… makan batu!
Atau, yang lebih konyol lagi, mereka menyarankan untuk menambahkan lem pada pizza. Ini menunjukkan bahwa AI memang pintar, tapi kadang masih membuat kesalahan yang konyol.
Hal ini juga menegaskan bahwa kita masih perlu waktu untuk melihat manfaat sesungguhnya dari AI. Meskipun ada banyak janji, kenyataannya mungkin butuh bertahun-tahun sebelum kita benar-benar melihat dampak positif dari teknologi ini.
Tantangan dan Masa Depan AI
Jadi, apakah kita sedang berada dalam “gelembung” AI? Ada perdebatan besar soal ini, terutama karena harga saham teknologi belakangan ini mengalami penurunan tajam. Meskipun ada tantangan besar, para ahli berpendapat bahwa terlalu dini untuk menulis AI sebagai teknologi yang gagal.

Potensi transformasinya masih ada, meskipun mungkin butuh waktu lebih lama dari yang kita harapkan.
Sebagai penutup, AI memang sudah merambah ke banyak aspek kehidupan kita, dari pekerjaan hingga hubungan pribadi. Tapi, kita juga harus waspada dan tidak terlalu cepat mengandalkan teknologi ini untuk segala hal. Ada potensi besar, tapi juga risiko yang tidak bisa diabaikan.
Yang pasti, AI bukan cuma tentang mesin yang pintar, tapi juga tentang bagaimana kita sebagai manusia berinteraksi dan bergantung pada teknologi tersebut.
Sumber : Here’s how people are actually using AI | MIT Technology Review
Disclaimer : Tulisan ini dibuat oleh GPT 4o-mini dengan menulis ulang dari sumbernya dan diedit oleh jagoprompt.

4 Responses